Kita pernah mengalami masa di mana TVRI hanya satu-satunya televisi (TV) yang dapat kita tonton. Tayangannya saat ini seakan-akan dirindukan banyak pihak. Selain sangat informatif, terdapat program edukatif di dalamnya. Saat ini, banyak siaran televisi swasta yang memberikan tayangan variatif, sedang nilai-nilai edukatif semakin tergerus. Kebanyakan mengarah pada konten hiburan, infotainment, politik dan unsur ekonomi.
Sebagaimana dijelaskan Brain McNair dalam Ibnu Hamad (2007:207) fungsi televisi sebagai media adalah; pertama, to inform (menginformasikan) TV seharusnya memberitakan berbagai kejadian yang penting misalnya sosial, ekonomi, politik, hukum dan lain-lain sehingga kualitas kehidupan masyarakat bertambah baik. Kedua, to educate (mendidik) TV semestinya bisa menafsirkan berbagai kejadian penting secara obyektif tanpa memihak pada kepentingan tertentu dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Ketiga, public sphere ( ruang publik) TV menyediakan diri platform untuk masyarakat mengenai wacana politik agar terjadi pembentukan opini publik. Keempat, watchdog (pengawas yang ditakuti) untuk memberikan publisitas kepada pemerintah dan institusi yang lain. TV harus melakukan pengawasan terhadap apa yang dilakukan lembaga-lembaga publik dengan mempublikasikan kinerja lembaga tersebut baik yang positif maupun negatif agar masyarakat mengetahuinya. Kelima, advocacy (pembelaan) TV semestinya dapat menjamin tiap kelompok dalam masyarakat mempunyai hak hukum yang sama dan berdaya dalam politik.
Melihat penjelasan tersebut, kiranya televisi saat ini melupakan poin kedua, mengenai edukasi. Masyarakat pun gencar memprotes tayangan-tayangan sinetron yang katanya “tidak mendidik” serta tayang pada jam yang memungkinkan untuk dilihat oleh anak-anak.
Masyarakat yang jeli dan melakukan pengawasan terhadap isi siaran merupakan bentuk kepedulian akan kualitas program penyiaran di Indonesia. Menyikapi ini, perlu ada tren baru yaitu tayangan yang berisi konten edukasi. Bila, ada anggapan bahwa tayangan yang sarat akan edukasi mengganggu profit lembaga penyiaran, ini keliru. Karena, tayangan edukasi dapat dikemas menjadi tayangan yang menarik dan kreatif. Ini tergantung pada sumber daya manusia di Lembaga Penyiaran, serta komitmennya terhadap peningkatan kualitas isi siaran.
Referensi:
Hamad, Ibnu, 2007, Membaca Televisi ala Al-Jabiri, Jurnal UII Vol 2 nomor 1, hal 207.
Sumber Gambar: https://pngtree.com