Praktik Manajemen Berbasis Sekolah Model MPT di Sekolah Pinggir Pantai

Oleh: Ira Diana

Zunaida harus berbesar hati setelah tidak menjadi kepala sekolah di Sekolah Dasar Negeri 4 Kota Bengkulu. Selama tiga tahun enam bulan, beliau menjabat sebagai kepala sekolah, bukan hal yang mudah untuk beradaptasi menjadi guru biasa dan pindah pula ke sekolah lain. Sangat disayangkan, prestasinya selama menjadi kepala sekolah harus tergerus birokrasi bernama “mutasi”.

Mutasi kiranya tak pandang bulu. Sosok Zunaida yang mengabdikan dan menguras sebagian besar waktunya untuk kemajuan sekolah, harus rela berpindah tugas. Saya yakini hal tersebut berat untuk beliau. Zunaida, seseorang yang saya kenal saat sama-sama menjadi tutor di Universitas Terbuka sejak tahun 2012. Kegiatan yang dilakukan pada hari libur, dimanfaatkan Zunaida untuk menggali potensi dan berbagi ilmu pengetahuan bersama teman-teman guru yang menempuh pendidikan S1 di Universitas Terbuka. Dari sana, saya mengenal beliau yang ramah, sederhana, mudah bergaul baik yang seumuran maupun dengan anak muda.

Zunaida, ibu guru berusia 53 tahun yang berasal dari Sumatera Barat ini telah mengabdi lama sebagai guru dan beranak-pinak di kota Bengkulu. Kota yang sekarang menjadi tempat mengumpulkan pundi untuk menghidupi keluarganya. Dengan tiga orang buah hati, beliau tetap bersemangat mengurusi keluarga, tentunya anak-anak  di sekolah yang jumlahnya ratusan.

Beliau berpenampilan rapi dan menarik. Secara umum, Zunaida merupakan gambaran ideal guru zaman sekarang. Selain baik, beliau juga pintar dan taat beribadah. Maka, sangat disayangkan jika “mutasi” yang seharusnya sesuai dengan definisinya, selain berarti memindahtugaskan, tetapi mutasi itu arahnya lebih ke penempatan seseorang pada posisi yang tepat, sebanding atau setara. Nah, apakah dengan prestasi yang baru gencar beliau perjuangkan, sepadan dengan mutasinya sebagai guru biasa? Sekolah Dasar Negeri 4 Kota Bengkulu yang sempat menjadi rujukan sekolah lain, kehilangan pegangan, arah, dan panduan karena kepala sekolahnya harus pindah.

Tak dipungkiri, mutasi yang terjadi di daerah sejak otonomi daerah berlaku, menjadi ajang segelintir oknum untuk mencari dana. Boroknya birokrasi, membuat sebagian orang seperti Zunaida mengelus dada, tersingkir dari arena yang sedang ia perjuangkan.

Zunaida, pernah menjadi guru berdedikasi tingkat kota, pemenang pertama kepala sekolah berprestasi tingkat kota maupun provinsi, hingga menjadi finalis kepala sekolah berprestasi di tingkat Nasional. Tidak hanya prestasi pribadinya sebagai guru, dia juga berjasa bagi tempat mengajarnya. Sekolah Dasar Negeri 4, menjadi pemenang pertama Sekolah Berbudaya Mutu tingkat kota, provinsi dan kemudian mewakili provinsi Bengkulu ke tingkat Nasional, bahkan selama tiga tahun berturut-turut.

Sekolah Dasar Negeri 4 kota Bengkulu terletak di dekat pantai. Mayoritas penduduk yang bermukim di sana adalah nelayan. Hanya sebagian kecil orang tua siswa yang bekerja sebagai pegawai negeri. Bisa dibayangkan bagaimana usaha sekolah untuk meningkatkan mutu di sekolah yang kiranya tidak terlepas dari “biaya”. Kita sadari sepenuhnya, ada alokasi dana APBN dan APBD yang mengalir ke sekolah, tetapi untuk peningkatan mutu yang lebih pasti membutuhkan biaya dan usaha yang ekstra pula.

Bagaimana sekolah itu, di tangan dingin Zunaida berhasil tiga tahun berturut-turut mewakili provinsi Bengkulu ke tingkat nasional dalam implementasi manajemen berbasis sekolah?

Hallinger, Murphy, dan Husman menjelaskan konsep manajemen berbasis sekolah sebagai rangkaian usaha untuk: mendesentralisasi organisasi, manajemen, dan penyelenggaraan pendidikan; memberdayakan semua infrastruktur tersebut sedekat mungkin dengan kebutuhan para siswa di ruang kelas; menciptakan peran-peran dan tanggungjawab baru untuk para pelaku dalam sistem; dan mentransformasi proses belajar-mengajar yang mencerahkan di ruang kelas.  Dalam memahami konsep manajemen yang dikemukakan oleh para ahli, Zunaida tidak meletakkan fungsi desentralisasi pada kekuasaan saja, melainkan pada pengetahuan, teknologi, material, manusia, waktu, dan keuangan.

Lomba Sekolah Berbudaya Mutu kategori MBS yang diikuti oleh Sekolah Dasar Negeri 4  Bengkulu misalnya, tidak hanya secara administrasi melainkan ada proses visitasi dari tim penilai pusat. Tahapannya pun melalui penilaian pihak diknas kota kemudian provinsi Bengkulu. Fokus awal Zunaida adalah Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang Budaya Sekolah.

Walaupun lokasi sekolah berada di pinggir pantai, dapat dibayangkan bagaimana karakteristik siswa yang ada di lingkungan tersebut. Tempramen siswa cukup keras, karena kehidupan juga keras. Ada sebagian besar siswa yang harus bekerja membantu orang tua setelah belajar. Ke sekolah dengan pakaian seadanya, kondisi yang cukup miris.

Saya pindah tugas mengajar dari sekolah rintisan bertaraf internasional ke sekolah itu, pernah kewalahan menghadapi siswa di dalam kelas. Apa kata siswa ketika melihat saya putus asa menghadapi suara gaduh mereka?

“Bu, sabar ya, kami memang begini” ucap siswa kelas V kala itu kepada saya.

Namun, selama kepemimpinannya, Zunaida mengumpulkan komponen yang mendukung, sehingga beliau dapat menciptakan budaya sekolah yang baik dan menjadi panutan bagi sekolah-sekolah lain. Hal-hal kecil dilakukan Zunaida, mulai dari memberi teladan. Pagi-pagi sekali, beliau sudah tiba di sekolah. Setelah menjalankan shalat dhuha, beliau bergegas ke lapangan, berdiri menunggu guru dan siswanya datang. Guru yang awalnya datang terlambat, lama-lama menjadi malu dan membiasakan diri datang lebih awal atau minimal bersamaan dengan kehadiran kepala sekolah. Begitupun siswa, merasakan adanya kedekatan dan kehangatan saat disambut oleh guru-guru di depan gerbang sekolah.

Zunaida menjadwalkan pada hari tertentu untuk pelaksanaan praktik shalat dhuha bersama (untuk pembelajaran, karena seharusnya shalat ini dilakukan secara individu). Di setiap bulannya terdapat jadwal membaca. Jadi, siswa memang diberikan waktu membaca secara khusus. Hal ini membudayakan gemar membaca, sehingga akan meningkatkan pengetahuan siswa. Dengan pembiasaan ini diharapkan tumbuh minat membaca yang tinggi pada siswa.

Selain itu, bidang kebersihan dan UKS, Sekolah Dasar Negeri 4 Kota Bengkulu berhasil memperbaiki UKS dibiayai komite sekolah. Orang tua murid turut berpartisipasi pada kemajuan sekolah. Toilet sekolah yang awalnya kurang layak mendapatkan bantuan dari stakeholder yaitu Bank Indonesia melalui pengajuan proposal. Segala hal dilakukan Zunaida dan rekan-rekan guru untuk meningkatkan fasilitas kebersihan dan UKS sekolah.

Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, memberdayakan atau melibatkan segala sumber daya termasuk melibatkan masyarakat menjadi hal penting. Keberhasilan sekolah tidak hanya tanggung jawab pemerintah maupun sekolah, melainkan juga masyarakat sekitar yang ikut serta memberikan kontribusi, baik yang sifatnya kelembagaan/instansi maupun secara individu.

Kebersihan Sekolah Dasar Negeri 4 Kota Bengkulu dapat terlihat pada lapangan sekolah, kantor, ruang kelas, perpustakaan, UKS, bahkan kantin. Tidak ada yang membuang sampah sembarangan. Jikalau ada yang lalai membuang sampah, maka orang lain akan mengingatkan maupun mengambil sampah tersebut kemudian memasukkannya ke dalam tempat sampah.

Budaya sekolah yang dimiliki Sekolah Dasar Negeri 4 Bengkulu diantaranya, sapa pagi, buang sampah pada tempatnya, membaca, shalat dhuha, baca do’a sebelum kelas di mulai, tafakur, serta kegiatan pramuka dan pengembangan bakat lainnya.

Model implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dikembangkan Zunaida, sebenarnya sudah sesuai dengan teori dan diterapkan oleh sekolah-sekolah lain. Bedanya, Zunaida fokus dan konsisten dalam pelaksanaannya sehingga program yang dirancang bersama dapat berjalan tanpa kendala. Model implementasi MBS ini dinamakan MPT, yang merupakan singkatan dari Maksimalkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi program, Pemberdayaan masyarakat dan Transparansi dan akuntabilitas.

Memaksimalkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi program merupakan implikasi dari konsep manajemen. Zunaida dalam menyukseskan program sekolah, melakukan perencanaan yang baik dengan melibatkan pihak sekolah dan masyarakat. Pengorganisasian dilakukan dengan membuat surat keputusan dari setiap perencanaan secara administratif. Misalnya, siapa yang menjadi pelaksana kegiatan, pertanggungjawaban, bendahara, dan sebagainya sehingga pihak-pihak yang telah ditunjuk dapat melaksanakan programnya dengan baik. Pelaksanaan, dilakukan sesuai dengan rencana yang dibuat. Terakhir adalah evaluasi, hal ini diperlukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program. Hasil evaluasi, kemudian dibicarakan kembali untuk ditemukan langkah-langkah perbaikan.

Pemberdayaan masyarakat, adalah komponen kedua dari model MPT. Pemberdayaan masyarakat merupakan hal utama dalam keberhasilan MBS. Mengapa? Karena tanpa dukungan masyarakat, proses MBS yang ada di sekolah dapat dikatakan tidak berhasil. Langkah yang dilakukan Zunaida adalah pendekatan. Mengundang orang tua murid dan masyarakat (pribadi, instansi maupun komunitas) yang ada di sekitar sekolah untuk mengetahui program yang akan dijalankan sekolah.

Walaupun keadaan masyarakat sekitar adalah nelayan, tetapi sebagian kecil yang berkemampuan dapat mendukung program sekolah. Instansi, komunitas, yang berada di lingkungan sekolah juga dapat diminta untuk terlibat dalam program sekolah. Keterlibatan ini berupa kontribusi dana maupun terlibat aktif dalam proses pelaksanaan program. Misalnya, dalam proses pembelajaran, tak jarang orang tua murid yang ikut mengajar sesuai profesinya. Orang tua murid yang berprofesi sebagai polisi, mengenalkan profesinya dengan bertukar informasi dan berdialog bersama siswa di kelas. Contoh lain, komunitas seni di sekitar sekolah yang mengajarkan menabuh “dol” sebagai ekstrakurikuler di sekolah. Siswa tidak dipungut biaya apapun selama konsisten untuk dilatih.

Transparansi dan akuntabilitas, merupakan komponen terakhir dari model MPT. Hal tersebut dirasa penting dilakukan pihak sekolah. Tidak zaman lagi, pembiayaan di sekolah ditutup-tutupi apalagi anggaran dikorupsi. Keduanya merupakan prinsip Zunaida. Terlebih, jika sumber dana adalah bantuan pihak di luar sekolah, seperti masyarakat, instansi atau perusahaan. Laporan dilakukan secara transparansi, ini dilakukan Zunaida dengan menempelkan penggunaan anggaran di papan pengumuman depan kantornya. Memang tidak secara mendetail, tetapi pokok-pokok penggunaan dana terpampang jelas dan bisa dibaca oleh masyarakat. Untuk detailnya mereka dapat bertanya pada pihak sekolah. Hal ini akan membuat pihak-pihak yang telah membantu program sekolah merasa diapresiasi. Penggunaan uang terukur dan benar, sehingga membuat mereka ingin berpartisipasi kembali demi kemajuan sekolah.

Model MPT selama masa jabatannya sebagai kepala sekolah dilakukan oleh Zunaida. Konsistensi dan keseriusan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah ini mengantarkan Sekolah Dasar Negeri 4 kota Bengkulu berlaga di tingkat nasional dalam lomba Sekolah Budaya Mutu dalam tiga tahun berturut-turut. Sebuah sekolah kecil pinggir pantai yang begitu menginspirasi. Sekarang, Zunaida tidak ada lagi di sekolah tersebut, hanya harapannya yang tertinggal. Harapan agar semua program dan model yang beliau terapkan itu diteruskan bahkan ditingkatkan ke hal yang lebih baik lagi. Semoga!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *