Foto keluarga kecil saya
“Benaran Ira?” tanya seorang teman melalui messenger sosial media ketika sebuah tulisan mengulas kisah saya di laman blog dan juga informasi dari Wikipedia.
Ya begitulah, inilah hidup. Inilah kenyataan. Menjadi ibu tunggal bukanlah suatu cita-cita, bahkan bagi sebagian besar perempuan mengalami masa penyesuaian dengan status baru yang tiba-tiba harus dihadapi. Tapi, dunia tak berakhir karena status ini, ada anak-anak yang tetap perlu mendapat perhatian, dukungan dan semangat. Maka, tak butuh waktu lama menyembuhkan luka diri sendiri sehingga diberi kekuatan untuk lebih tangguh dan membantu putra putri saya.
Sebagai perempuan dengan latar belakang bidang pendidikan dan pernah menjadi pendidik, saya sangat konsen terhadap perkembangan dunia literasi di Indonesia. Menulis beberapa buku Gerakan Literasi Nasional bukan berarti putra putri saya kemudian dengan mudah diberi pemahaman tentang literasi dan menjadikan hal itu sebagai budaya dalam kehidupan di rumah maupun di lingkungan.
Kemajuan teknologi dan informasi, membuat saya harus ekstra memantau perkembangan anak-anak. Terlebih sebagai ibu tunggal sekaligus ibu bekerja, durasi bersama anak sangatlah sedikit. Memanfaatkan waktu di sela-sela aktivitas memenuhi kebutuhan hidup, literasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Dengan pemahaman literasi yang baik, anak-anak akan mampu menelaah dan menentukan informasi yang diterimanya.
Seperti diketahui, literasi tidak hanya berkaitan dengan membaca dan menulis, namun ada berbagai macam literasi sesuai bidangnya, misalnya literasi digital, finansial, gizi, informasi, media, komputer dan lain sebagainya. Platform dari penyebaran informasi pun beragam. Misalkan saja, beberapa puluh tahun lalu, televisi merupakan satu-satunya media penyiaran selain radio yang menampilkan audio dan visual sekaligus, mulai dari visual hitam putih hingga berwarna, dari hanya program televisi nasional hingga swasta. Nyatanya sekarang media penyiaran telah merambah pada area privat kita. Sadar atau tidak, ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak serta cara pikir dan bersikap. Saking mudahnya, kita dapat melihat tayangan berita hanya dengan mengeklik layar ponsel saja. Itu pun dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun.
Bagi saya tidak penting bagaimana status kita dan bagaimana kita menjalankan hidup yang kian susah, yang jelas sebagai orang tua harus menjalankan fungsi dan tanggung jawab, salah satunya dengan pendidikan literasi di keluarga. Menyikapi fenomena yang saya tuliskan pada paragraf sebelumnya, maka ada upaya bagaimana menanamkan serta menumbuhkembangkan literasi di lingkungan keluarga yang kemudian berimbas pada lingkungan sosial anak.
Beberapa hal yang saya lakukan berdasarkan pengalaman pribadi antara lain:
- Komunikasi
Saya memiliki dua anak yang berbeda usia, si kakak Agil saat ini duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan animasi dan si adik, Naurah di Sekolah Dasar (SD). Untuk dua pribadi dengan rentang usia berbeda, perlakuan yang saya terapkan pun berbeda. Langkah pertama yang dilakukan adalah komunikasi. Hal ini menurut saya penting dan harus dilakukan, sesibuk apa pun kita.
Saat kumpul, kami berdiskusi tentang fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Saya sampaikan kepada anak-anak bahwa teknologi dan informasi yang berkembang menuntut mereka menerapkan literasi yang tepat. Mereka harus bisa memilah dan memilih informasi sesuai untuk usia dan perkembangan. Penjelasan itu disertai contoh-contoh sesuai dengan usia Agil maupun Naurah, sehingga memudahkan dalam membentuk pemahaman pada diri mereka.
Komunikasi ini harus sering dilakukan. Bahkan update informasi yang berkembang di masyarakat harus segera dikomunikasikan dengan anak-anak sehingga mereka peka terhadap perubahan sosial yang terjadi. Baik dan buruknya fenomena itu perlu disikapi dengan pemahaman literasi yang baik dan tepat.
Secara sederhana saya menginginkan anak-anak tahu bahwa literasi ini berkaitan erat dengan kemampuan mereka dalam memilah dan memilih informasi, apa pun itu.
- Berkesinambungan
Namanya anak-anak, kadang apa yang telah dijelaskan atau sampaikan, bagai angin lalu. Kadang diingat, kadang juga lalai. Maka, perlu melakukan komunikasi secara intens dan berkesinambungan. Orang tua jangan pernah lelah menasihati anak-anak. Memberi contoh terlebih dahulu di lingkungan rumah, sehingga apa yang sudah disepakati menjadi sebuah kebiasaan.
- Praktik
Agil yang sudah beranjak dewasa menggunakan berbagai platform sosial media, seperti Whatsapp, Facebook dan Instagram. Di mana banyak sekali ditemukan informasi hoax dan tidak benar secara konten, bahkan ada yang menjurus pada pornografi dan pornoaksi. Maka, penting bagi saya menggarisbawahi bahwa penggunaan media sosial perlu hati-hati. Perlu literasi. Saya tekankan bahwa ia harus cerdas, dapat memilah dan memilih apa yang harus dilihat, ditonton, upload, download dan lain sebagainya.
Untuk usia Agil ini, orang tua tetap harus mengawasi apa yang dilakukan anak. Namun saya kurangi sikap menggurui, karena secara psikologis anak seusia Agil sudah dapat menggunakan nalar sendiri dan umumnya kesal bila ibunya ikut campur urusannya. Jadi, saya memosisikan diri sebagai rekan atau sahabatnya. Bahkan, saya sampai tahu games apa yang sedang ia mainkan atau gandrungi. Saya pun menjadi follower di sosial medianya, begitu pun sebaliknya.
Apa yang sering kami diskusikan itu, akhir-akhir ini dipraktikkan oleh Agil pada akun sosial medianya. Ia menggunakan sosial media tidak hanya untuk iseng saja, namun hasil karyanya berupa gambar-gambar mulai ia upload. Sedangkan adiknya, mulai bergerak dalam literasi baca tulis. Alhamdulillah Naurah telah menerbitkan satu buku bacaan untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Tulisan Naurah saat itu dimaksudkan untuk mengikuti sebuah lomba, namun belum berhasil. Saya tidak pernah mempersoalkan seberapa jauh karya-karya anak ini berhasil atau mendapatkan apresiasi. Karena sebagai orang tua, saya tentu orang pertama yang memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas usaha yang telah mereka lakukan.
Karya sketsa Agil
Buku karya Naurah yang sudah diterbitkan
- Evaluasi
Perlu dilakukan evaluasi dari tahapan yang telah dilakukan. Sehingga saya tahu di mana letak kekurangan dan hal apa yang perlu ditingkatkan. Evaluasi ini tidak hanya dilakukan oleh saya selaku ibu namun juga dilakukan anak-anak. Sehingga proses dan hasil dari literasi di lingkungan keluarga tercapai dengan baik.
5. Ikhlas
Keberhasilan pendidikan literasi di keluarga perlu ditanamkan sejak dini, namun bila hasilnya belum memuaskan maka bersabarlah. Menjadi orang tua memang tidaklah mudah, diperlukan ketekunan dan kesabaran dalam menjalaninya.
Mungkin inilah sedikit pengalaman yang dapat saya bagikan pada ibu tunggal ataupun keluarga lengkap lainnya. Ingat, bahwa kebahagian dan juga keberhasilan masa depan kita dan anak-anak ditentukan dari sejauh mana perhatian kita terhadap pendidikan di keluarga. Salam literasi.
Penulis: Ira Diana
Waving…. Mbak Ira keren. Terus berkarya mbak ..
Thanks. Amin… Terima kasih dukungannya. Semangat terus eaa…
Great mind comes from great heart
Thanks ya Wulan