Guru Kreatif, Matematika jadi Asyik

 

Guru Kreatif, Matematika jadi Asyik

Oleh: Ira Diana

 

Matematika, siapa takut?

Mendengar kata matematika bagi sebagian orang menimbulkan kesan tersendiri. Entah itu karena matematika merupakan ilmu pasti yang sulit dipelajari atau sebaliknya sebagai ilmu yang sangat unik untuk ditekuni. Matematika, kita kenal sejak jenjang pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Sayangnya hasil penelitian tindakan kelas maupun hasil survey dari negara-negara EOCD yang dirilis oleh Program for International Student Assessment (PISA) (www.eocd.org/pisa) pada Desember 2016 lalu, menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Indonesia menduduki peringkat ke 63 dari 69 negara yang disurvey. Walau hasil ini dikatakan meningkat 17 poin dari 318 poin di tahun 2012 menjadi 335 poin di tahun 2015, tapi Indonesia perlu usaha lebih keras lagi untuk pencapaian yang maksimal.

Asumsi dan predikat matematika yang membosankan dan tidak menarik terus saja melekat dari generasi ke generasi. Padahal generasi muda, tentunya siswa-siswi kita inilah yang akan meneruskan dan bersaing dalam era teknologi seperti sekarang ini. Tuntutan zaman yang kian pesat dan aplikasi matematika yang tak terbendung perlu mendapat perhatian khusus, yaitu dengan cara mengubah pola pikir yang sudah ada sejak dulu ke arah yang lebih baik, sehingga matematika dapat diterima oleh siswa sebagai salah satu pelajaran yang menyenangkan.

Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan  bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak-anak usia sekolah dasar, maka matematika sulit dipahami oleh mereka, jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak sekolah dasar. Guru harus mampu menghubungkan dunia anak yang belum mampu berpikir deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif.

 

Bagaimana menjadikan matematika pelajaran yang menyenangkan?

Menurut Hudojo (2005) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajarkan matematika di tingkat sekolah dasar yaitu:

Siswa

Mengajar matematika untuk sebagian besar kelompok siswa berkemampuan sedang akan berbeda dengan mengajarkan matematika kepada sekelompok kecil anak-anak cerdas, sekelompok besar siswa tersebut perlu diperkenalkan matematika sebagai suatu aktivitas manusia, dekat dengan penggunaan sehari-hari yang diatur secara kreatif (oleh guru) agar kegiatan tersebut disesuaikan dengan topik matematika. Untuk siswa yang cerdas, mereka akan mudah mengasimilasi dan mengakomodasi teori matematika dan masalah-masalah yang tertera dalam buku teks.

Guru

Ada dua orientasi guru dalam mengajar matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

Keinginan guru mengarah ke kelas sebagai keseluruhan dan sedikit perhatian individu siswa baik reaksinya maupun kepribadian. Biasanya mereka membatasi dirinya ke materi matematika yang distrukturkan ke logika matematika. Mengajar matematika berarti mentranslasikan sedekat-dekatnya ke teori matematika yang sama sekali mengabaikan kesulitan yang dihadapi siswa.

Guru tidak terikat ketat dengan pola buku teks dalam mengajar matematika. Ia mengajar matematika dengan melihat lingkungan sekitar bersama-sama dengan siswa untuk mengeksplor lingkungan tersebut. Kegiatan matematika diatur sedekat-dekatnya dengan lingkungan siswa sehingga siswa terbiasa terhadap konsep-konsep matematika.

Alat Bantu

Mengajar matematika di lingkungan sekolah dasar, harus didahului dengan benda-benda konkret. Secara bertahap dengan bekerja dan mengobservasi, siswa  dengan sadar menginterpretasikan pola matematika yang terdapat dalam benda konkret tersebut. Model konsep sebaiknya dibentuk oleh siswa sendiri. Siswa menjadi “penemu” kecil. Siswa akan merasa  senang bila mereka “menemukan”.

Proses Belajar

Guru menyusun materi matematika sedemikian hingga siswa dapat menjadi lebih aktif sesuai dengan tahap perkembangan mental, agar siswa mempunyai kesempatan maksimum untuk belajar.

Matematika yang Disajikan

Matematika yang disajikan dalam bentuk bervariasi. Cara menyajikannya dilandasi latar belakang yang realistik dari siswa. Dengan demikian aktivitas matematika menjadi sesuai dengan lingkungan para siswa.

Pengorganisasian Kelas

Matematika disajikan secara terorganisasikan, baik antara aktivitas belajarnya maupun didaktiknya. Bentuk pengorganisasian yang dimaksud antara lain adalah laboratorium matematika, kelompok siswa yang heterogen kemampuannya, instruksi langsung, diskusi kelas dan pengajaran individu. Semua itu dapat dipilih bergantung kepada situasi siswa yang pada dasarnya agar siswa belajar matematika.

Untuk itu perlu kiranya penekanan alat peraga maupun media serta kemampuan guru untuk menyampaikan materi matematika yang baik kepada siswa sekolah dasar.

Menurut penulis langkah awal yang harus dilakukan adalah meningkatkan motivasi belajar siswa. Karena dengan motivasi, siswa merasa dekat dengan pelajaran yang disajikan guru, siswa dengan sendirinya mengikuti pembelajaran dengan baik dan mencapai hasil yang baik pula. Tapi sayangnya, tidak semua mampu melihat motivasi pada diri siswa. Motivasi kadang terabaikan, dan pembelajaran berlangsung seperti biasa, klasikal, latihan demi latihan, dan guru hanya ceramah di depan kelas sehingga menimbulkan kebosanan pada diri siswa.

Kedua, sebagai guru, kita harus mampu mengenal karakter siswa terutama karakteristik siswa sekolah dasar. Selain karakter siswa, karakter pelajaran matematika itu sendiri harus dipahami dan dikuasai.  Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa sekolah dasar memasuki tahapan opersional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Bagi siswa sekolah dasar, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Selain motivasi dan pemilihan model pembelajaran, penggunaan media atau alat peraga diperlukan pada tahapan operasional konkret siswa sekolah dasar. Menggunakan alat peraga menjadikan pembelajaran membekas lebih lama. Alat peraga matematika berfungsi untuk mengarahkan siswa pada tahapan abstrak ke semi konkret dan konkret, sehingga materi yang mereka terima dapat dipahami dengan jelas, tidak mengambang atau samar diterima siswa. Aplikasi dari pembelajaran tersebut juga harus guru sampaikan pada penyampaian tujuan pembelajaran, agar siswa tahu apa manfaat dari pembelajaran hari itu.

Guru Kreatif, Matematika jadi Asyik

Kolaborasi dari motivasi, model, media dan alat peraga pembelajaran tadi, sedemikian rupa menggunakan teknik yang tepat. Sehingga transfer ilmu dapat lebih baik dilakukan. Kemampuan guru dalam proses ini sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk lebih kreatif. Kreativitas guru akan menimbulkan semangat keingintahuan siswa. Apa dan apa lagi kejutan dari guru? Belajar matematika menjadi tidak membosankan.

Kreativitas tersebut dapat diwujudkan dengan penggunaan alat peraga yang unik buatan guru sendiri. Hal ini sangat cocok untuk siswa sekolah dasar. Mereka akan merasa tertarik dan berminat, minimal mencobakan alat peraga yang dibuat oleh guru. Kehadiran alat peraga dapat meniadakan hambatan dimensi ruang dan waktu, sehingga siswa memiliki keleluasaan terhadap sumber belajar yang akan memungkinkannya memahami suatu konsep secara tepat dan menyeluruh.

Misalnya pada tulisan ini, penulis menggunakan contoh alat peraga yang pernah penulis buat sewaktu menjadi guru. Bopas KPK dan FPB merupakan suatu alat peraga yang penulis ciptakan untuk memudahkan siswa memahami kelipatan dan faktor, untuk tingkat lebih mahir dapat digunakan untuk menentukan KPK dan FPB dari beberapa bilangan. Bopas KPK dan FPB merupakan singkatan dari bongkar pasang KPK dan FPB. Nama disingkat, agar lebih mudah diingat oleh siswa dan lebih familiar (Ira, 2014)

Bopas KPK dan FPB dibuat dari bahan sederhana sehingga dapat diterapkan dan dibuat oleh guru baik di kota maupun desa. Bahan yang digunakan adalah kain flanel, perekat positif negatif, kertas, sisa triplek, engsel, baut dan lem. Sedangkan alat yang digunakan adalah laptop, printer,  gunting dan gergaji.

Cara kerja alat ini sesuai dengan namanya yaitu dibongkar pasang, untuk menemukan kelipatan dan faktor, serta KPK dan FPB. Selain untuk menemukan KPK dan FPB, alat peraga ini juga bisa difungsikan untuk materi lain seperti pengenalan persegi dan persegi panjang. Karena bahan triplek untuk merekatkan kain flanel berbentuk persegi, sehingga bisa difungsikan untuk materi lainnya.

Pilihan warna yang terang dapat menambah perhatian siswa pada alat peraga ini, selain itu permainan bongkar pasang juga sangat sesuai dengan perkembangan siswa sekolah dasar sehingga alat peraga ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran matematika dan pada akhirnya akan meningkatkan juga hasil belajar matematikanya.

Keterbatasan tentu saja ada, alat ini hanya membatasi pada angka hasil 80 saja. Tetapi untuk tahap pengenalan konsep, alat ini sudah dapat digunakan secara maksimal oleh guru, sehingga siswa paham dan bisa mengaplikasikan untuk bilangan yang lebih lagi.

Dari salah satu contoh yang penulis paparkan, intinya adalah keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas bergantung bagaimana guru mengemas pembelajaran itu sendiri. Mengenal karakteristik siswa, pelajaran (matematika), media dan alat peraga, dibungkus kreativitas guru dengan teknik yang tepat, menjadikan matematika asyik untuk dipelajari. Yuk, menjadi guru yang kreatif dan menginspirasi siswa-siswi kita.

 

Daftar Pustaka

Diana, Ira. 2014. Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dengan Penggunaan Alat Peraga Matematika “Bopas KPK dan FPB” pada Siswa Kelas IV SD Negeri 4 Kota Bengkulu. Bengkulu: Jurnal Zurapu. Vol 1, No 2: hlm. 44-56.

Herman Hudojo. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: UM Press

www.eocd.org/pisa

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *